Atas nama apa mempertahankan jika hanya salah satu yang memperjuangkan?
Atas nama cinta? Ataukah atas nama kebodohan?
****
Aku menyusuri jalanan yang cukup di salah satu sudut kota Wina. Tampak warna keemasan menghiasi sudut-sudut kota. Wina selalu indah pada musim gugur seperti ini. Langit yang cerah mengiringiku berjalan sambil merapatkan mantel yang menghangatkan tubuhku dari hembusan angin. Kakiku seperti tak ada lelahnya berjalan walau tanpa arah dan tujuan.
Aku sangat ingat bagaimana Wina dua tahun yang lalu. Dua tahun yang lalu, aku pindah ke Wina untuk melanjutkan studi di salah satu universitas. Semua terasa hambar sampai pada akhirnya aku bertemu dengannya untuk pertama kali.
***
"entschuldigen Sie mich, gnädige Frau, Sie sind indonesisch?" seseorang menepuk pundakku. *1
aku mengerutkan kening "ja, ich bin indonesisch" *2
laki-laki itu tersenyum lebar "Ah! Kalau gitu perkenalkan. Nama saya Fahri"
melihat senyuman laki-laki yang begitu tulus itu, mau tak mau aku pun ikut tersenyum "Saya Hanum"
"Saya sudah lama sekali mencari orang Indonesia di Wina. Ternyata susah sekali ya. Hahaha" ia tertawa lepas
Aku ikut tertawa "Jadi apakah saya yang pertama?"
"Dalam beberapa terakhir ini, yap!"
Semenjak itu, aku mulai dekat dengannya. Tidak ada hari tanpa komunikasi. Aku jatuh cinta dengannya. Begitu pun juga dengannya. Tapi, tak ada satupun dari kami yang mengungkapkan. Berbagai cibiran datang untukku dan Fahri. Mereka bilang, kami tak cocok. Suatu ketika, Fahri mengungkapkan perasaannya padaku. Tapi ia tidak ingin berkomitmen dalam suatu hubungan. Fahri tidak ingin kami berpacaran. Entah apapun alasannya, aku tak pernah tau. Tetap pada akhirnya aku bersama Fahri tanpa status apapun.
Semuanya berjalan sangat baik. Hingga beberapa bulan terakhir ini, Fahri mulai berubah. Aku tidak mengerti apa alasannya. Tetapi yang membuat hatiku hancur adalah ketika aku melihat Fahri mendekati gadis itu. Gadis itu adalah Nicole. Yang aku tau, Nicole adalah junior di kampus Fahri. Aku tak bisa berbuat banyak, karena aku dan dia tak ada ikatan status. Aku tak berhak marah. Memangnya siapa aku ini?
***
Angin berhembus meniupkan anak-anak rambutku. Aku menyusuri jalan setapak menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Aku berdiri mematung di luar menatap ke dalam kafe yang dibatasi oleh dinding kaca. Melihat dua orang yang sedang tertawa bahagia. Aku mengumpulkan segenap tenaga dan memasuki kafe.
Fahri menghampiriku "Hanum.." aku tidak menjawab sapaannya. "Das ist meine Freundin, Nicole." lanjutnya *3
"Hanum" ujarku datar. Lalu Fahri menggeretku untuk menjauh dari Nicole.
"Aku tidak bisa bersamamu lagi, Num" ujarnya
Ada jeda yang cukup lama "Kenapa?" aku menahan airmataku untuk tidak tumpah.
"ich dich nicht mehr lieben. ich liebe jemand anders" *4
Dengan teganya ia mengucapkan kalimat itu dengan tanpa nada bersalah sama sekali. Airmataku tak dapat kubendung lagi. Pertahananku runtuh. Hancur seketika.
"Baik. Kalau itu mau kamu" aku membalikkan tubuh bersiap untuk pergi. Tetapi aku melupakan satu hal. Aku berbalik lagi menuju Fahri.
Aku menepuk pundaknya "Hey, Fahri!" ia membalikkan tubuhnya "ASSHOLE!!" aku melayangkan tinjuku tepat ke tulang pipinya. Aku langsung membalikkan tubuhku. Hal terakhir yang kudengar adalah jeritan suara mlik Nicole yang tak ku hiraukan sama sekali.
You wanna play with me, Fahri. Let's see who will win this game. Hanum or Fahri?
------
*1: permisi, apakah kamu orang Indonesia madam?
*2: ya, saya orang Indonesia.
*3: ini adalah pacarku, Nicole.
*4: aku tidak mencintaimu lagi. Aku mencintai orang lain.
Yogyakarta, 22 Juni 2014
Terinspirasi dari kisah nyata milik teman
yang diubah dibeberapa bagian