Welcome to iniadalahcurhatku.blogspot.com | Please do not copy anything, hargai karya orang lain. Thankyou.

Minggu, 22 Juni 2014

Love & Demons [FLASHFICTION]

Atas nama apa mempertahankan jika hanya salah satu yang memperjuangkan?
Atas nama cinta? Ataukah atas nama kebodohan?

****

Aku menyusuri jalanan yang cukup di salah satu sudut kota Wina. Tampak warna keemasan menghiasi sudut-sudut kota. Wina selalu indah pada musim gugur seperti ini. Langit yang cerah mengiringiku berjalan sambil merapatkan mantel yang menghangatkan tubuhku dari hembusan angin. Kakiku seperti tak ada lelahnya berjalan walau tanpa arah dan tujuan.

Aku sangat ingat bagaimana Wina dua tahun yang lalu. Dua tahun yang lalu, aku pindah ke Wina untuk melanjutkan studi di salah satu universitas. Semua terasa hambar sampai pada akhirnya aku bertemu dengannya untuk pertama kali.

***

"entschuldigen Sie mich, gnädige Frau, Sie sind indonesisch?" seseorang menepuk pundakku. *1

aku mengerutkan kening "ja, ich bin indonesisch" *2

laki-laki itu tersenyum lebar "Ah! Kalau gitu perkenalkan. Nama saya Fahri"

melihat senyuman laki-laki yang begitu tulus itu, mau tak mau aku pun ikut tersenyum "Saya Hanum"

"Saya sudah lama sekali mencari orang Indonesia di Wina. Ternyata susah sekali ya. Hahaha" ia tertawa lepas

Aku ikut tertawa "Jadi apakah saya yang pertama?"

"Dalam beberapa terakhir ini, yap!"

Semenjak itu, aku mulai dekat dengannya. Tidak ada hari tanpa komunikasi. Aku jatuh cinta dengannya. Begitu pun juga dengannya. Tapi, tak ada satupun dari kami yang mengungkapkan. Berbagai cibiran datang untukku dan Fahri. Mereka bilang, kami tak cocok. Suatu ketika, Fahri mengungkapkan perasaannya padaku. Tapi ia tidak ingin berkomitmen dalam suatu hubungan. Fahri tidak ingin kami berpacaran. Entah apapun alasannya, aku tak pernah tau. Tetap pada akhirnya aku bersama Fahri tanpa status apapun.

Semuanya berjalan sangat baik. Hingga beberapa bulan terakhir ini, Fahri mulai berubah. Aku tidak mengerti apa alasannya. Tetapi yang membuat hatiku hancur adalah ketika aku melihat Fahri mendekati gadis itu. Gadis itu adalah Nicole. Yang aku tau, Nicole adalah junior di kampus Fahri. Aku tak bisa berbuat banyak, karena aku dan dia tak ada ikatan status. Aku tak berhak marah. Memangnya siapa aku ini?

***

Angin berhembus meniupkan anak-anak rambutku. Aku menyusuri jalan setapak menuju sebuah kafe kecil di sudut jalan. Aku berdiri mematung di luar menatap ke dalam kafe yang dibatasi oleh dinding kaca. Melihat dua orang yang sedang tertawa bahagia. Aku mengumpulkan segenap tenaga dan memasuki kafe.

Fahri menghampiriku "Hanum.." aku tidak menjawab sapaannya. "Das ist meine Freundin, Nicole." lanjutnya *3

"Hanum" ujarku datar. Lalu Fahri menggeretku untuk menjauh dari Nicole.

"Aku tidak bisa bersamamu lagi, Num" ujarnya

Ada jeda yang cukup lama "Kenapa?" aku menahan airmataku untuk tidak tumpah.

"ich dich nicht mehr lieben. ich liebe jemand anders" *4

Dengan teganya ia mengucapkan kalimat itu dengan tanpa nada bersalah sama sekali. Airmataku tak dapat kubendung lagi. Pertahananku runtuh. Hancur seketika.

"Baik. Kalau itu mau kamu" aku membalikkan tubuh bersiap untuk pergi. Tetapi aku melupakan satu hal. Aku berbalik lagi menuju Fahri.

Aku menepuk pundaknya "Hey, Fahri!" ia membalikkan tubuhnya "ASSHOLE!!" aku melayangkan tinjuku tepat ke tulang pipinya. Aku langsung membalikkan tubuhku. Hal terakhir yang kudengar adalah jeritan suara mlik Nicole yang tak ku hiraukan sama sekali.

You wanna play with me, Fahri. Let's see who will win this game. Hanum or Fahri?


------
*1: permisi, apakah kamu orang Indonesia madam?
*2: ya, saya orang Indonesia.
*3: ini adalah pacarku, Nicole.
*4: aku tidak mencintaimu lagi. Aku mencintai orang lain.


Yogyakarta, 22 Juni 2014
Terinspirasi dari kisah nyata milik teman 
yang diubah dibeberapa bagian

Senin, 26 Mei 2014

Irreplaceable: Redam [FLASHFICTION]

Gadis berambut sepinggang bermata cokelat itu duduk terdiam di salah satu bangku taman kota. Yang hanya ingin ia lakukan hanyalah menyendiri. Sibuk dengan pikirannya. Menghilang sejenak dari dunianya. Dunia yang belakangan ini merubahnya menjadi sosok yang pemurung dan tak punya semangat hidup lagi.

Angin berhembus kencang meniupkan rambutnya yang kini telah kusut. Gemuruh bersahut-sahutan di langit pertanda akan hujan lebat. Tetapi gadis itu tetap bergeming, tidak menunjukkan sama sekali ia akan beranjak dari tempatnya. Butiran-butiran air menetes dari langit bersamaan dengan buliran air mata yang mengalir di pipi gadis itu. Langit seperti ikut merasakan kepedihan yang dirasakan gadis itu.

***

Siang itu, perpustakaan sepi. Hanya ada beberapa anak, termasuk Salma di dalamnya. Dari kejauhan Yasha berlari menuju ke arah Salma.

"Sal, lo harus tau sesuatu. Tapi lo harus ikut gue" ujar Yasha dengan heboh.

"Ada apa sih? Males ah" jawab Salma, tapi tanpa ba-bi-bu Yasha langsung menarik tangan Salma menuju kafetaria.

"Liat tuh pacar lo jalan sama siapa" tunjuk Yasha pada dua orang yang duduk berdampingan di salah satu sudut dalam kafetaria.

Salma menatap dalam diam. "Iya, gue tau kok"

Shita kebingungan "Dia junior kita kan? Namanya Diandra bukan sih?" cerocosnya.

"Iya, Yas"

Gadis itu mengguncangkan bahu Salma "Lo kok diem aja sih?"

Salma tersenyum dipaksakan "Karena gue percaya sama Reyvan" walau dalam hatinya pun ia ragu. Hatinya telah remuk redam.

***

Hujan masih membasuh kota Bandung. Membiarkan gadis itu tenggelam dalam kenangannya sendiri. Ia bahkan tak peduli pakaiannya telah basah kuyup karena guyuran hujan. 

"AAAAAARRRGGGHHH!!!!!" teriaknya bersamaan dengan gemuruh yang bersahutan. Menangisi setiap kejadian yang telah lalu. 

Lalu sebuah jaket tebal tersampir di bahu Salma dan sebuah payung yang meneduhkannya. Salma tidak menghiraukan gadis yang kini telah duduk disampingnya dan memayungi mereka berdua dari hujan.

"Sebenernya gue kurang apa buat Reyvan, Yas? Jawab gue Yasha" tanya Salma diantara tangisnya.

Yasha tidak menjawab. Ia membiarkan Salma untuk menumpahkan segala emosi dan kesedihannya. "Lo inget nggak dulu lo pernah bilang sama gue jangan pacaran sama Reyvan karena dia nggak baik buat gue? Dan gue menentang lo Yas. Karena gue percaya sama Reyvan" ujar Salma.

"Gue perjuangin dia sendirian, gue coba sabar, gue coba buat jadi pacar yang terbaik buat dia. Gue sayang sama dia. Tapi apa yang dilakuin Reyvan ke gue itu sakit banget. Gue hancur, remuk Yas.. Gue mencoba tetap bertahan sama dia, gue percaya dia bisa berubah. Tapi apa Yas? Dia lebih milih sama Diandra daripada sama gue. Gue kurang apa Yas? Gue kurang apa?" lanjutnya masih sesengukan.

Yasha menghela napas "Lo nggak kurang apa-apa Sal. Lo cuma terlalu baik sama dia. Dianya aja yang brengsek. Dia buta nggak pernah sadar ada yang benar-benar menyayanginya"

"Betapa idiotnya gue, Yas"

"Satu hal yang perlu lo tau, jangan pernah sia-siakan airmata lo membujur kaku demi seseorang yang bahkan lebih mementingkan egonya daripada menyadari ada seseorang yang selalu ada disisinya." jawab Yasha.

Salma menunduk, lalu menghapus sisa airmatanya di pipi "What should i do in my life without him, Yas?"

"Tunjukkan bahwa lo bisa bahagia tanpa dia, semoga dengan begitu dia akan sadar dan menyesal. You'd better move on and find the new one. The good one. You deserve better than him, Sal. Trust me." ujar Yasha, sahabat terbaik yang pernah dimiliki Salma.

"Ayo kita pulang"


Heart Of Gold - Birdy
Yogyakarta, 26 Mei 2014

Minggu, 25 Mei 2014

Irreplaceable [FLASHFICTION]

There's nothing like us, but why would you push me away? We were so perfect.

***

Laki-laki itu memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna biru sendirian. Berbagai macam hal berkecamuk dalam pikirannya. Memikirkan segala hal yang telah terjadi padanya belakangan ini. Semua terasa sakit, di pikiran juga di hatinya. Terlebih, perasaan Reyvan pada gadis mungil itu. Gadis yang pernah menjadi pendamping hidupnya sesaat.

"Lo kenapa sih? Akhir-akhir ini gue perhatiin lo ngelamun mulu" sebuah suara laki-laki memecah kesunyian. Ia Tama, teman satu kosnya.

Reyvan menghela napas "Gue juga nggak tau Tam" ujarnya masih menatap langit-langit.

Tama mengambil posisi duduk di sebelah Reyvan "Coba deh lo ceritain sama gue"

Ia mengusap wajahnya yang sayu "Have you been drinking to take all the pain away Tam?" tanyanya

"Itu bukan solusi yang terbaik Van"

"Gue... Gue nyesel. Gue nyesel udah nyakitin hatinya Salma. Dia begitu baik Tam. Dia bahkan tau gue suka jalan sama cewek lain. Tapi dia tetap bertahan buat gue walaupun gue egois. Sampai akhirnya gue yang mutusin dia demi Diandra yang ternyata nggak lebih baik daripada Salma" ujar Reyvan.

Ada jeda sejenak "Trus perasaan lo sama Salma gimana sekarang?" tanya Tama

"Nggak akan pernah ada yang menggantikan Salma. Nothing can make me feel like she does." jawabnya dengan suara parau.

***

"Van.." ujar gadis itu dengan lembut.

"Hmm..?" laki-laki itu hanya menggumam dan tetap menatap layar ponselnya.

"Kenapa telponku kemarin nggak diangkat?" tanya Salma.

"Kamu kan tau aku kemarin pergi sama Diandra, wajarlah" ujarnya.

Gadis itu mengalihkan pandangan "Iya aku tau kok"

Reyvan menatap gadis didepannya itu "Terus kalo kamu tau, kenapa kamu masih sabar aja sih bertahan? Kamu kan bisa cari cowok lain selain aku"

"Aku bertahan karena... Aku mencintaimu, Van"

Reyvan mendengus "Cinta? Sal, antara aku dan kamu, kita beda persepsi tentang cinta. Aku pikir cinta hanya untuk mendewasakanku saja"

"I just don't want to lose you, Reyvanazka" ujar gadis itu dengan mata yang berair

"Aku pikir, lebih baik kita akhiri saja hubungan ini" putus laki-laki itu dengan angkuhnya. Butiran airmata menetes di pipi Salma. Reyvan beranjak pergi meninggalkan gadis itu tanpa memperdulikan butiran-butiran bening yang menetes di pipi Salma.

***

Tama geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman sekosnya itu "Sekarang lo sadar kan betapa baiknya dia?"

Reyvan menunduk "Gue baj*ngan banget jadi cowok. Gue bego banget melepas kebahagiaan gue saat bersama Salma. Dia cewek terbaik yang pernah singgah di hati gue Tam"

Tama hanya membisu dan membiarkan Reyvan melanjutkan "We were so perfect Tam, but it's the past now. We didn't last now. For me, she's irreplaceable"

"If you know you were wrong then be good now. You'd better find the new one, lalu jangan pernah sia-siakan lagi orang yang mencintaimu dan melepas kebahagiaanmu."



Nothing Like Us - Justin Bieber
Yogyakarta, 25 Mei 2014