Maaf readers, telah menunggu lama cerita ini untuk
terbit. Ada sedikit masalah dengan laptop saya.
Selamat membaca
***
Aku sibuk memainkan gelas berisikan minuman bersoda berwarna merah sendiri. Malam ini aku benar-benar datang kesini, ketempat ini. Pernikahan Heffin dengan gadis yang bernama Bianca itu. Entah ada dorongan apa aku mendapat kekuatan untuk datang kesini. Sendirian. Rasanya sakit sekali, seperti dihantam oleh palu godam. Rasa ini tidak dapat didefinisikan dengan frase-frase kalimat.
"Excuse me madamoiselle?" sapa satu suara tepat di depanku. Lamunanku buyar seketika.
Aku tersenyum "Eh kau?" heran, mengapa ia ada disini?
"Senang bertemu denganmu lagi Carissa" ujarnya dengan senyum yang menawan.
"Tentu. Senang bertemu denganmu lagi....?" aku melupakan nama laki-laki bermata hazel ini!
"Andru" jawabnya tersenyum ramah padaku
"Eh hei, bagaimana kau bisa ada disini?" tanyaku penasaran.
"Aku teman lama Bianca. Dan kau? Bagaimana denganmu?" tanyanya
"Hmm.. aku mant- aku teman dekat Heffin" kataku terbata. Bodoh! Kamu hampir saja melakukan kebodohan Carissa! Heffin bukan mantan kekasihmu. Dia tidak pernah menganggapmu lebih dari teman dekat. Hadapi kenyataan yang ada Carissa!
Ia menganggukkan kepala tanda mengerti "Oh ya, pada waktu itu kau kemana? Saat aku kembali, kau sudah tidak ada. Aku mencarimu, tapi kata bibi kau sudah pulang" lanjutnya
"Oh, maaf aku tidak memberitahumu terlebih dulu. Aku buru-buru. Aku takut orang tuaku mencariku. Oh ya, ngomong-ngomong terimakasih banyak ya atas bantuanmu. Aku tidak tau bagaimana membalasnya" jelasku padanya.
Ia tertawa renyah. Aku heran apanya yang lucu? "Kamu ini lucu ya. Kamu yakin mau membalas itu semua?" tanyanya skeptis sambil menaikkan alis dengan jenaka. Aku menganggukkan kepala dengan cepat.
"Haha. Baiklah. Kalau begitu, besok datang ke titik nol Jogja jam 7 malam. Kau tau kan dimana itu?" aku mengangguk cepat sekali lagi.
"Kamu lucu ya. Haha. Kalau begitu datang, dan jangan telat"
"Siap bos besar Andru!" timpalku lalu ikut tertawa. Dan seketika rasa sakit yang ada di dadaku mereda untuk sejenak.
"Carissa" seseorang menepuk pundakku perlahan.
"Heffin? Ada apa?" sosok Heffin yang muncul tiba-tiba dibelakangku.
Andru berdeham pelan "Permisi, aku keliling dulu ya. Sampai ketemu besok Carissa" lanjutnya. Aku hanya menimpalinya dengan senyum seadanya. Lalu ia berlalu pergi meninggalkanku dengan Heffin berdua.
"Harusnya aku yang bertanya. Apa kau baik-baik saja?" tanya Heffin menatapku lekat. Hatiku remuk. Hancur berkeping-keping. Menatap mata Heffin selalu membuatku gelisah.
"Tidak.. Aku.. aku baik-baik saja Fin" aku melempar pandangan ke arah yang lain. Aku tak au beradu pandangan dengan Heffin. Karena aku selalu kalah. Pertahananku runtuh jika menatap mata sayunya.
Ia menghela nafas berat "Maafkan aku Carissa. Aku tau, butuh perjuangan yang kuat dan pertahanan yang kokoh untuk kau bisa datang kemari"
"Kau sahabat terbaik yang paling aku sayangi. Kau datang di pernikahanku, itu sudah lebih dari cukup Carissa. Kau wanita yang kuat" ucapannya benar-benar membuat dinding pertahanan yang kubangun runtuh seketika...
***
Aku menatap langit-langit kamarku yang berwana baby pink itu. Kosong. Berbagai pikiran berkecamuk dalam otakku. Aku lelah dengan semua ini. Ini bukan film. Terlalu konyol bila kisah hidupku ini berakhir dengan happy-ending seperti di film-film. Kau bukan seorang putri Carissa!
Kisah masa lalu itu terlalu indah untuk dikenang. Juga terlalu sulit untuk dilupakan. Kisah manis itu. 3 tahun yang lalu, mengukir cinta dihatiku. Menorehkan luka kini. Aku harus bangkit. Aku tidak mau terus-terusan terpuruk dalam kesedihan. Aku tidak mau menjadi gadis payah dan tolol hanya karena stuck di satu nama. Heffin. Aku harus kuat. Carissa pasti bisa. Heffin saja bisa, mengapa aku tidak bisa seperti dia?
Find the new one.. Iya, aku pasti bisa...
***
Aku melirik jam ditanganku. Jam tujuh kurang lima. Sial, aku pasti terlambat. Aku sudah besar, tapi kenapa setiap ada janji aku tidak dapat datang tepat waktu?
"tujuh lebih sepuluh menit. Kau terlambat" ujarnya dingin.
Nafasku tersengal-sengal "Aku tau. Maaf. Kau mau memaafkanku?"
"Satu syarat, kau harus mau menemaniku pergi kemanapun aku mau. Deal?" putusnya
"Oke, baiklah" kataku menyetujui. Tiba-tiba ia menggandeng tanganku dan menarikku hingga setengah berlari. "Hei.. hei.. mau kemana kita? Tunggu!" teriakku mensejajarkan langkahku dengannya.
"Sudah jangan banyak bicara. Ikuti aku saja." aku hanya bisa menurut.
*
"Alun-alun kidul?" tanyaku begitu sampai disana
"Yap! Kau belum capek?"
"Belum. Tidak terlalu" jawabku. Lalu ia mendatangi tempat penyewaan kendaraan yang berbentuk seperti odong-odong. Kendaraan itu dihiasi oleh lampu-lampu warna-warni dan bertenaga manusia.
Andru terlihat sibuk berbicara dengan bapak-bapak tua yang menjaga kendaraan-kendaraan itu. Entah apa yang mereka bicarakan. Lalu Andru mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikannya pada bapak itu. Setelah itu Andru menghampiriku.
"Ayo kita naik itu!" ujarnya tiba-tiba menarik tanganku untuk naik kedalam kendaraan lucu ini.
Aku terkikik geli "Haha apaan sih kamu kayak anak kecil aja"
"Ayo kita keliling alun-alun!" putusnya lalu tersenyum memamerkan derertan giginya yang rapi. Aku hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihatnya.
Ia mengayuh dengan semangat. Aku melihat ke sekeliling. Yogyakarta terlihat indah sekali malam hari. Sudah lama aku tidak merasakan sebebas ini. Aku tersenyum kecil mengingat masa kecilku. Aku suka sekali bermain disini, bersama... Heffin.. Ah nama itu lagi. Lalu pandanganku teralih pada laki-laki beraroma maskulin disampingku ini. Aku meliriknya. Ia terlihat sangat.. tampan. Hidung bangirnya, bibir kemerahan yang tipis, rambutnya yang sedikit ikal..
"Ada apa?" tanya Andru yang sadar sedari tadi kuperhatikan
"Tidak apa-apa. Hanya saja, kau terlihat semangat sekali" aku tertawa kecil
"Harus dong! Biar kamu semangat juga" jawabnya lalu tersenyum tulus. Itu tadi putaran yang terakhir. Aku dan Andru kembali ketempat peminjaman tadi. Aku hanya bisa berdiri memeluk lenganku. Udara malam yang dingin menusuk-nusuk tulangku.
"Kau kedinginan?" tanyanya. Aku hanya bisa menatapnya sambil terus menggosok-gosok telapak tangan. Aku tidak berharap diberi jaket olehnya. Aku tau ini bukanlah film ataupun novel kebanyakan. Ia juga tidak sedang memakai jaket. Hanya kaos biasa.
"Aku tau.. Ayo ikut aku" timpalnya kemudian.
Aku tak tau akan dibawa kemana lagi. Ia tersenyum penuh arti. Lalu menggenggam tanganku dan menarikku lembut. Tanganku yang dingin bersentuhan dengan tangannya yang hangat. Lagi-lagi, aku hanya bisa menurut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar