"Oh ya?! Puas kamu?!" Lengking suara laki-laki itu memecah keheningan
Aku menatapnya merasa bersalah "Maaf.. Aku minta maaf banget Za" menahan isak tangisku
Laki-laki bernama Reza tersebut menghela nafas "Udahlah ya, cukup buat semua ini"
"Aku udah coba Za, tapi aku nggak bisa. Maafin aku.." Tangisku pun pecah. Aku tak peduli orang-orang memperhatikanku dengan tatapan sinis. Alun-alun kidul Yogyakarta serasa semakin luas dan aku semakin menciut.
"Carrisa, hapus airmatamu. Jangan jadi cewek cengeng dong, aku nggak suka" ujar Reza menghapus airmataku
"Tapi aku emang sal-"
"Enggak, kamu nggak salah apa-apa. Aku yang salah. Aku dateng tiba-tiba di kehidupan kalian, merusak semuanya. Sorry for everything" sela Reza menatapku nanar
"Za.. Tapi ak-"
"Shhh.." telunjuknya tepat didepan bibirku membuatku terbungkam. "Aku yakin dia masih mencintaimu, percaya padaku. Mungkin kita emang lebih baik berteman. Kamu mau kan? Untuk memperbaiki semua ini?" ia tersenyum simpul
Aku menatap bola mata hitamnya. Ada kilat ketulusan disana "Kamu pasti dapetin cewek yang lebih baik dari aku. Yang lebih mencintai kamu. Dan aku percaya, betapa beruntungnya dia memiliki dirimu"
Reza tertawa pelan "Kejar dia Carisa"
"Makasih atas semua cinta yang kamu beri. Maaf aku belum bisa membalasnya" Aku merengkuhnya, sebagai seorang adik yang sayang terhadap kakaknya
"It's okay Carisa. You're still my little sister" ujarnya mengacak rambutku lembut.
***
Stadion Kridosono kala ini ramai sekali. Ya, sore ini tim sepakbola Reza bertanding. Aku tak mau mengecewakannya. Sayangnya aku cuma sendirian, memilih bangku penonton yang masih kosong. Aku pun duduk dan menyamankan tubuhku. Pertandingan memang belum dimulai, tapi Kridosono sudah riuh saja.
Kejar dia.. Kejar dia.. tiba-tiba kata-kata itu masih saja menari-nari dalam otakku. Haruskah aku yang memulai duluan? Apa benar yang dikatakan Reza, dia masih mencintaiku? Tuhan, bantu aku.
Semua penonton berteriak riuh ketika tim Reza berhasil mencetak gol. Yah, sebenarnya aku memang tidak terlalu mengerti dengan pertandingan sepakbola, tapi hanya karena aku memenuhi undangan Reza, dengan sedikit terpaksa aku datang kesini, Stadion Kridosono Yogyakarta.
Saat pertandingan selesai, aku beranjak untuk meninggalkan tribun. Tapi langkahku terhenti. Laki-laki itu seperti tak asing dimataku. Itu.. Heffin? Lalu aku pun tersadar sedari tadi aku hanya berdiam memandangi laki-laki itu beranjak pergi. Aku harus mengejarnya. Sepertinya Heffin memang tidak menyadari keberadaanku.
"Tunggu!!" teriakku, percuma saja dia tak mendengar. Ia berbelok kearah kamar mandi. Aku pun menunggunya diluar, mengatur nafas ku yang terengah-engah. Lalu sosok yang kutunggu-tunggu pun keluar. Dia benar-benar Heffin.
"Hey Fin?" ucapku malu-malu menatapnya
Dia menoleh, memperhatikan sosok wajahku "Carisa? Kok ada disini?" karena aku hanya terdiam dia pun melanjutkan kalimatnya "Nonton pertandingan juga?"
"Cuma nonton, tapi ga terlalu fokus" jawabku masih memandang bola mata yang kurindukan itu
"Oh ya, gimana kabar ayahmu Car? Aku kangen sekali main catur dengannya. Haha" ujarnya mengenang masa lalu
"Eheh.. baik, eh? Sudah 3 tahun yang lalu ya?" kataku tersenyum miris.
"Iya, hehe. Kamu masih pacaran sama Reza kan? Langgeng ya kalian" tanyanya
"Eh kita udah putus. Jujur aku kangen kamu Fin, kangen kita yang dulu" ujarku menunduk. kuucapkan kata-kata yang belum kusaring oleh otakku.
"Emm.. Aku..."
Tiba-tiba ada seorang perempuan cantik keluar dari toilet, menarik kasar tangan Heffin. "Sayang, udah lama nunggunya? Maaf ya, balik yuk!" ujar perempuan itu bergelayut manja di lengan Heffin. Aku hanya menampilkan senyum miris. Heffin tampan, dan perempuan itu cantik sekali. Rambutnya terurai panjang bergelombang. Dan sangat pantas disebut 'perempuan' sedangkan aku? Jauh dari yang disebut perempuan, rambutku saja dibuat skinhead. Jauh sekali dengan perempuan itu.
Dengan langkah terpaksa, Heffin perlahan meninggalkanku. Diam-diam, ia menyelipkan kartu namanya di jemariku. Aku kembali tersenyum miris. Dia memutar sedikit kepalanya menoleh kepadaku. Tangan kanannya digenggam paksa oleh perempuan itu. Dan tangan kirinya memberi isyarat 'call me' padaku. Lalu perlahan, sosoknya menghilang dari hadapanku.
Hah, cinta pertama. Serumit itukah kamu? Airmataku perlahan mengalir di pipi tembamku. Heffin, aku kangen kamu. Kangen kita 3 tahun yang lalu Fin. Seandainya aku bisa memutar balik waktu. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku kangen bercandaan sama kamu Fin..
Semua penonton berteriak riuh ketika tim Reza berhasil mencetak gol. Yah, sebenarnya aku memang tidak terlalu mengerti dengan pertandingan sepakbola, tapi hanya karena aku memenuhi undangan Reza, dengan sedikit terpaksa aku datang kesini, Stadion Kridosono Yogyakarta.
Saat pertandingan selesai, aku beranjak untuk meninggalkan tribun. Tapi langkahku terhenti. Laki-laki itu seperti tak asing dimataku. Itu.. Heffin? Lalu aku pun tersadar sedari tadi aku hanya berdiam memandangi laki-laki itu beranjak pergi. Aku harus mengejarnya. Sepertinya Heffin memang tidak menyadari keberadaanku.
"Tunggu!!" teriakku, percuma saja dia tak mendengar. Ia berbelok kearah kamar mandi. Aku pun menunggunya diluar, mengatur nafas ku yang terengah-engah. Lalu sosok yang kutunggu-tunggu pun keluar. Dia benar-benar Heffin.
"Hey Fin?" ucapku malu-malu menatapnya
Dia menoleh, memperhatikan sosok wajahku "Carisa? Kok ada disini?" karena aku hanya terdiam dia pun melanjutkan kalimatnya "Nonton pertandingan juga?"
"Cuma nonton, tapi ga terlalu fokus" jawabku masih memandang bola mata yang kurindukan itu
"Oh ya, gimana kabar ayahmu Car? Aku kangen sekali main catur dengannya. Haha" ujarnya mengenang masa lalu
"Eheh.. baik, eh? Sudah 3 tahun yang lalu ya?" kataku tersenyum miris.
"Iya, hehe. Kamu masih pacaran sama Reza kan? Langgeng ya kalian" tanyanya
"Eh kita udah putus. Jujur aku kangen kamu Fin, kangen kita yang dulu" ujarku menunduk. kuucapkan kata-kata yang belum kusaring oleh otakku.
"Emm.. Aku..."
Tiba-tiba ada seorang perempuan cantik keluar dari toilet, menarik kasar tangan Heffin. "Sayang, udah lama nunggunya? Maaf ya, balik yuk!" ujar perempuan itu bergelayut manja di lengan Heffin. Aku hanya menampilkan senyum miris. Heffin tampan, dan perempuan itu cantik sekali. Rambutnya terurai panjang bergelombang. Dan sangat pantas disebut 'perempuan' sedangkan aku? Jauh dari yang disebut perempuan, rambutku saja dibuat skinhead. Jauh sekali dengan perempuan itu.
Dengan langkah terpaksa, Heffin perlahan meninggalkanku. Diam-diam, ia menyelipkan kartu namanya di jemariku. Aku kembali tersenyum miris. Dia memutar sedikit kepalanya menoleh kepadaku. Tangan kanannya digenggam paksa oleh perempuan itu. Dan tangan kirinya memberi isyarat 'call me' padaku. Lalu perlahan, sosoknya menghilang dari hadapanku.
Hah, cinta pertama. Serumit itukah kamu? Airmataku perlahan mengalir di pipi tembamku. Heffin, aku kangen kamu. Kangen kita 3 tahun yang lalu Fin. Seandainya aku bisa memutar balik waktu. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku kangen bercandaan sama kamu Fin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar