Salwa: "Bagaimana hubunganmu dengan si gigantisme tampan itu?"
Aku: "Maksudmu kekasihku? Baik-baik saja"
Salwa: "Ah si Protestan itu"
Aku: "Ya, dia memang religius"
Salwa: "Lalu, bagaimana bisa kau sangat mencintainya? Kau kan Islam, dia Protestan"
Aku: "Aku mencintainya. Bagaimanapun apa adanya, seburuk atau sebaik apapun tingkahnya"
Salwa: "Ah, kau terlihat munafik. Ini seperti bukan dirimu"
Aku: "Aku tidak munafik. Tetapi si Protestan lah yang mengajariku tentang perbedaan dimensi"
Salwa: "Oh ayolah, gunakan akal sehatmu. Islam dan Protestan itu sangat berbeda bukan?"
Aku: "Memang berbeda. Tapi aku mencintainya. Mengalir begitu saja"
Salwa: "Kau serius dengannya?"
Aku: "Berusaha serius walaupun dia cuek, sibuk dan begitu menyebalkan"
Salwa: "Lalu jika kalian berdua dipersatukan dalam sebuah ikatan suci bertemakan pernikahan, bagaimana?
Aku: "Dia harus ikut agamaku"
Salwa: "Kau egois sekali"
Aku: "Aku berpegang teguh pada agamaku, apa itu salah?"
Salwa: "Entahlah"
Aku: "Lalu bagaimana denganmu? Hubunganmu dengan si British itu?"
Salwa: "Aku mencintainya, sama seperti kau mencintai si Protestan itu"
Aku: "Cinta memang tak memandang agama, tapi kadang cinta gagal menyatukan agama walau mereka saling jatuh cinta."
Salwa: "Oh serumit itukah?"
Aku: "Memangnya kapan sebuah cinta bisa menjadi sederhana?"
Salwa: "Terang tidak dapat bersatu dengan gelap, seperti air dan api. Mereka tak dapat saling menggantikan dan melengkapi."
Aku: "Padahal, jika kita jatuh cinta, agama punya salah apa?"
Salwa: "Setahuku, dalam cinta tidak ada yang salah. Cuma soal waktu dan keadaan saja"
Aku: "Kalau kau tidak bisa mencintai Tuhan-nya, maka kau tak bisa mencintai dia."
Salwa: "Tidak ada istilah Tuhan-ku dan Tuhan-nya. Tuhan itu satu. Dia Esa."
Aku: "Tuhan memang satu, hanya manusia dan ciptaanNya saja yang berbeda"
Salwa: "Selama ini, kupikir dia yang terbaik"
Aku: "Kau hanya berpikir, belum mengetahui bagaimana realitasnya"
Salwa: "Kau serius dengannya?"
Aku: "Sejauh ini sih, iya"
Salwa: "Untuk dipersatukan dalam ikatan suci dihadapan Tuhan?"
Aku: "Ah.. Entahlah.."
Salwa: "Sebenarnya apa yang salah dari mencintai seseorang yang tempat ibadahnya berbeda dengan kita?"
Aku: "Aku belum berpikir sejauh itu. Lalu, apa agama si British itu?"
Salwa: "Muslim. Sama sepertiku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar