Welcome to iniadalahcurhatku.blogspot.com | Please do not copy anything, hargai karya orang lain. Thankyou.

Minggu, 16 Oktober 2011

Percakapan Antara Cinta Dan Agama

"Ketika aku dan kamu berbeda dimensi, saat itulah sebuah perasaan bertemakan cinta itu muncul menyatukan perbedaan dimensi kita"

Salwa: "Gimana hubunganmu dengan si gigantisme itu?
Aku: "Maksudmu kekasih ku? baik-baik saja"
Salwa: "Ah, si Protestan itu"
Aku: "Iya, dia memang religius"
Salwa: "Lalu, bagaimana bisa kau sangat mencintainya? Kau kan islam"
Aku: "Aku mencintainya. Bagaimanapun apa adanya seburuk atau sebaik apapun tingkahnya."
Salwa: "Ah, tak usahlah kau puitis begitu. Ini seperti bukan dirimu"
Aku: "Aku bukan orang yang puitis, si Protestan yang mengubahku"
Salwa: "Oh ayolah, gunakan akal sehatmu. Islam dan Protestan itu berbeda bukan?"
Aku: "Memang berbeda, tetapi aku mencintainya. Mengalir begitu saja"
Salwa: "Kau serius dengannya?"
Aku: "Berusaha serius walau dia cuek, begitu sibuk dan menyebalkan."
Salwa: "Lalu jika kalian berdua dipersatukan dalam sebuah ikatan bertemakan pernikahan, bagaimana?"
Aku: "Dia harus ikut agamaku"
Salwa: "Kau egois sekali"
Aku: " Aku berpegang teguh pada agamaku, apa itu salah?"
Salwa: "Entahlah"
Aku: "Kau sendiri bagaimana? Dengan si British itu?
Salwa: "Aku mencintainya, seperti kau mencintai Si Protestan itu."
Aku: "Cinta memang tak memandang agama, tapi kadang cinta gagal menyatukan agama walau mereka saling jatuh cinta."
Salwa: "Oh, serumit itukah?"
Aku: "Memangnya kapan sebuah cinta bisa menjadi sederhana?"
Salwa: "Terang tidak dapat bersatu dengan gelap, seperti air dan api, mereka tak dapat saling menggantikan dan melengkapi."
Aku: "Padahal kalau kita jatuh cinta, memangnya agama punya salah apa?"
Salwa: "Setahuku, dalam cinta tidak ada yang salah. Cuma soal waktu dan keadaan saja yang salah"
Aku: "Kalau kau tak bisa mencintai Tuhan-nya maka kau tak bisa mencintai dia."
Salwa: "Tidak ada istilah tuhan-ku atau tuhan-nya. Tuhan itu satu. Dia Esa"
Aku: "Tuhan memang satu, hanya manusia ciptaanNya saja yang berbeda.
Salwa: "Selama ini, kupikir dia yang terbaik."
Aku: "Kau hanya berpikir, belum mengetahui bagaimana realitasnya."
Salwa: "Kau serius dengannya?"
Aku: "Sejauh ini sih, iya."
Salwa: "Untuk dipersatukan dalam ikatan suci dihadapan Tuhan?"
Aku: "Ah. Entahlah."
Salwa: "Sebenarnya, apa yang salah dari mencintai seseorang yang tempat ibadahnya berbeda dengan kita?"
Aku: "Entahlah. Aku belum pernah berpikir sejauh itu. Lalu apa agama si British itu?"
Salwa: "Muslim. Sama seperti aku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar