Aku memutar bola mata lalu menghela nafas panjang. Pandanganku tersita kearah utara di seberang lapangan basket. Apa yang kali ini aku lihat benar-benar membuatku muak. Tidak seharusnya perasaan muak ini muncul. Aku sudah berkali-kali mengingatkan pada diriku sendiri untuk berpikir secara rasional. Tapi tidak untuk kali ini, aku sudah terlanjur muak. Aku cemburu.
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah sambil merapatkan jaket berlambangkan klub bola FC Barcelona. Jaket itu pemberian Reihan, sahabatku. Beranjak dari tempat nyamanku karena melihat pemandangan yang menurutku menyebalkan. Yang baru saja aku lihat adalah Reihan dengan Megan. Mereka terlihat jalan berdampingan sembari tertawa. Aku dan Reihan memang menyukai klub bola yang sama, Barcelona. Tapi beberapa waktu terakhir ini dia lebih menyukai Bayern Munchen. Dia telah berubah, dan menjauh. Aku sendiri tidak mengerti.
Aku tau, aku bukanlah orang pertama dan satu-satunya baginya.
Perhatian Reihan bukan hanya untukku.
Aku hanya sahabat Reihan, tidak lebih dari itu. Aku tau itu.
Kali ini aku mencoba untuk lebih tegar. Reihan bersikap manis bukan hanya untuk aku, seorang Bevinza Carmen tetapi kepada semua orang yang ada didekatnya. Termasuk Megan. Teman satu kelasnya sendiri. Padahal, dulu kami sangatlah dekat. Kami adalah sahabat dekat. Tapi semenjak......
"Bev, ngapain lo disini?" seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh. Ternyata Deva. Teman sekelasku.
Aku melepas earphone ku "Gue lagi bete aja" jawabku acuh
"Gue tau, pasti... Reihan kan?" tebaknya cengengesan.
"Eumm.. As you see..." ujarku
Deva menatapku "Trus akhir-akhir ini gue liat, dia mulai pindah hati ke Bayern Munchen deh, padahal gue tau dari dulu dia cinta mati sama Barcelona. Kenapa?"
"Gue nggak tau, bosen kali sama Barcelona. Lebih-lebih mungkin dia bosen sama gue Dev" ujarku
"Friendzone banget. Coba lo ngomong apa yang lo perlu omongin sama dia" usul Deva. Aku menatapnya dalam diam.
***
Kalau saja aku lebih berani, aku ingin Reihan tau bahwa aku sangat menyayanginya. Kalau saja aku bisa lebih jujur padanya, mungkin dia masih ada disisiku saat ini. Siang ini, kantin tidak terlalu ramai. Aku melihat untuk memastikan bahwa Reihan ada di kantin. Dan benar, ia masih disitu. Tempat favorit kami. Aku berusaha untuk tetap tersenyum lalu berjalan ke arahnya.
"Rei..." panggilku lirih, ia menoleh. Menatapku tanpa suara.
"Bev?" ia sedikit tersentak
"Ada yang perlu gue bicarain sama lo" lanjutku. Ia mempersilahkanku duduk.
Kami sama-sama terdiam "To the point aja ya.." ujarku. "Lo.. Lo kenapa ninggalin Barcelona setelah lo lama bersama dia?" lanjutku
"Gue nggak ninggalin Barcelona, gue cuma berusaha untuk menyukai hal lain sekarang. Awalnya gue ragu dan takut, tapi lalu gue berfikir Bayern Munchen nggak buruk. Sama bagusnya dengan Barcelona" jelasnya.
"Yang mau gue omongin sebenernya bukan Barcelona ataupun Munchen. Tapi kita Rei... Kita! Kita ini sebenernya kenapa Rei? Lo kenapa Rei? Kenapa lo menjauh setelah lo tau gue sayang sama lo lebih dari sahabat? Apa gue salah Rei?" tanyaku beruntun
Rei terdiam. Ia tidak menjawab pertanyaanku "Dari awal, gue udah takut lo punya perasaan lebih itu"
"Rasa itu nggak bisa dipersalahkan, ia datang dengan sendirinya tanpa kita tau Rei" jawabku
"Gue tau lo sayang sama gue. Gue juga Bev. Gue sayang sama lo. Tapi gue nggak bisa kasih lo lebih dari ini. Gue belajar dari lo, kalo setiap cinta itu butuh kepastian Bev. Dan gue belum bisa kasih itu ke lo" ujarnya
Banjir bergerumul di pelupuk mata. Aku menahannya untuk tetap jatuh. "Gue tau Rei, ini pasti sulit. Terjebak di situasi friendzone kayak gini. Tapi tolong Rei, jangan pernah tinggalin Barcelona lagi"
"Maafin gue kalo akhirnya jadi kayak gini. Gue masih pengen kita sahabatan kayak dulu lagi..." ia terdiam. Lalu melihat lambang FC Barcelona di jaketku. "Ini....... jaket yang........"
"Ini jaket yang pernah lo kasih sama gue, dulu" potongku, tersenyum walau aku masih menahan untuk tidak menangis
"Lo... lo masih pake?" tanyanya
"Karena gue masih pengen jadi Barcelona-Girl lo. Boleh kan Rei?" ujarku
"Dan sampai kapanpun, lo akan tetap menjadi Barcelona-Girl gue, sahabat gue, Bevinza" ujar Reihan
"Cintai Barcelona lagi ya? Gue mohon" aku menatapnya memohon. Reihan mengangguk sembari tersenyum.
Yogyakarta, 26 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar