Welcome to iniadalahcurhatku.blogspot.com | Please do not copy anything, hargai karya orang lain. Thankyou.

Kamis, 09 Mei 2013

Keterbatasanmu Kebagahiaanku [FLASHFICTION]



Wina-Austria, September 2012

"Bersamamu.. Semua jadi begitu bermakna. Biarkan ini menjadi nyata, bukan ilusi belaka, semoga..."

Gerimis sore ini datang begitu saja. Menebarkan bau khas dan hawa dingin yang menusuk pori-pori. Aroma kopi menyeruak ketika aku memasuki kedai kopi di sudut jalan selagi aku merebahkan diri mencari posisi nyaman di sofa empuk dekat jendela. Mendung hitam kian menggantung dilangit kota Wina. Memamerkan sketsa kemuraman mendalam yang membias disetiap jengkal jalanan yang ramai oleh pejalan kaki.

Sudah 2 tahun sejak aku memutuskan pindah ke Austria untuk melanjutkan kuliah seni ku dan meninggalkan berbagai macam kenangan-kenangan indah di Indonesia. Negara tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Menghantamku kembali ke masa-masa itu. Masa yang seharusnya tak kuingat-ingat lagi.

Ubud-Bali, Desember 2009

"Hey Kiara, kenapa wajahmu sedih? Bukankah ini malam tahun baru? Tidak sepantasnya kamu sedih, beberapa menit lagi, kita membuka lembar baru" Ujar sebuah suara tepat dibelakangku. Suara yang sangat ku kenal. Aku menoleh.

"Elang?" Lalu ia menyeringai lembut menampakkan gigi berpagarnya.

"Boleh aku duduk disini?" tanyanya sembari menepuk tempat kosong disebelahku. Aku mengangguk, kembali melihat bulan yang sepertinya ikut merasakan kepedihanku. Aku dan Elang terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Debur ombak memecah keheningan malam itu. Dadaku menyesak.

"Elang?"

"Hmm..."

"Aku... aku hanya ingin kau bersamaku selalu. Kamu adalah sahabat terbaikku. Aku selalu mencintaimu. Jangan pernah pergi" ucapku menahan isak tangis.

"Demi-mu aku mau. Demi-mu aku mampu. Untuk jadi 'rumah tujuan' untuk segala tawa dan tangismu" Elang menatapku dalam.

"Jangan pernah berjanji apapun Erlangga" jawabku sambil membuang muka. Merasakan rasa sakit di ulu hati seperti dihantam palu godam.

"Kenapa?" tanyanya dengan lugu.

"Aku hanya takut, kamu tidak dapat memenuhi janjimu sendiri. Aku tau kenyataan yang ada" ujarku

"Kiara, aku tau kita berbeda. Aku sangat tau kenyataan bahwa aku memiliki penyakit yang terus menggerogoti sistem kekebalan tubuhku. Dan aku sangat-sangat tau, dokter sudah memvonis umurku tidak lama lagi" jelasnya panjang lebar.

"Karena kita berbeda, makanya aku percaya kita saling cinta" jawabku

"Jadi, apa jawabanmu atas pertanyaan yang kuajukan 2 hari yang lalu padamu?" tanyanya penasaran.

"Aku mau jadi pacarmu." jawabku singkat

"Dengan segala keterbatasanku?" tanyanya lagi

"Iya. Bagaimana jika aku tolak sedangkan keterbatasanmu adalah segala kebahagiaan yang aku miliki? Cintaku tanpa alasan" Ia tersenyum simpul. Puluhan kembang api bersahut-sahutan menyala di langit yang pekat. Menyadarkanku bahwa kebahagiaan berjalan seiring dengan adanya kesedihan.

Ubud-Bali, Juli 2010

Aku dan Elang sudah berpacaran selama 6 bulan. Kini, Elang terbaring lemah di ranjang kecil kesayangannya. Aku melihatnya. Sendirian. Lalu Elang tersenyum separo kepadaku. Aku hanya terdiam. Elang menyuruh aku duduk disampingnya.

Aku membisu menatap Elang. Badannya semakin kurus dan melemah. Ia sudah tidak uasa menahan kejamnya penyakit AIDS yang terus menggerogoti tubuhnya. Sorot mata optimis dan semangat yang selalu ia tanamkan padaku sekarang menghilang. Airmata yang kubendung sedari tadi tumpah.

"Kiara.... kamu tau nggak apa yang paling bikin aku bahagia?" Elang tersenyum, matanya terus menerawang ke langit-langit kamarnya yang berwarna biru. Aku menoleh tidak menjawab, menunggunya untuk melanjutkan.

"Kau yang terbaik dan terindah di hidupku. Karena hanya kepada kamulah, cinta itu.... ingin ku awalkan dan ku akhirkan." lanjutnya

"Kamu mau kemana? Aku ikut" tanyaku polos

"Aku harus pergi, Kiara. Disuatu tempat yang jauh. Kamu tidak boleh ikut" jawabnya sembari mengusap-usap rambutku.

"Bohong! Kamu tidak boleh pergi! Bagaimana aku dapat hidup tanpamu? Padahal kucecap kebahagiaan ketika bersamamu!" Jeritku tertahan. Isak tangisku semakin keras. Genggamanku semakin mengerat.

"Terimakasih untuk senyum yang kau titipkan malam ini. Membasuh khawatirku tanpa perih, Kiara" Ia tersenyum. Perlahan sorot matanya meredup. Genggamanya terlepas dari tanganku. Ingin menangis tapi airmataku terasa habis. Ingin berteriak tapi tidak bisa. Ulu hatiku terasa ngilu, sesak.

Kubiarkan udara kosong yang mengapung diatas kepala, membawa serta gurat-gurat kesedihan senja kali ini. Pahlawan AIDSku pergi, dengan meninggalkan sejuta angan dan mimpi yang telah kubangun bersamanya. Walau aku tau, baginya itu takkan pernah menjadi nyata.

Wina-Austria, September 2012

Sejenak, desau roda kendaraan menyapu jalanan yang sepi. Menyadaranku dari kesendirian dan ingatan masa lalu. Sesaat aku terombang-ambing di sofa berwarna peach disudut kedai kopi ini. Bertanya untuk apa aku disini. Berada diantara ratusan pejalan kaki diluar sana melenggang bergandengan dengan menyungging senyum kebahagiaan.

Betapa menyesakkan hidup sepi ditengah keramaian. Melintas detik demi detik dengan hanya berpelukan pada asa yang tersisa. Bayang semumu yang kujumpai ketika aku terlelap yang tak lelah kugapai di tebing pengharapan. Berharap semua kembali normal.

Bila aku bisa, ingin aku memutar waktu. Biar kulukis lagi lautan dengan senandung keindahanmu. Biar kuhias jalanan Ubud Bali dengan renyah tawa dan senyummu. Tapi itu takkan mungkin terulang. Hanya angin, pasir, dan deru kendaraan yang kucium hambar. Hidupku hambar. Ich vermisse sie, Lang.

Sepertinya aku memang tidak bisa menyingkirkan kesetiaanku. Mencintaimu dengan napas terengah dan segala doa yang kupanjatkan. Siapa lagi kalau bukan engkau, yang dimataku tak pernah basi, Erlangga Rahadi Nugroho, pejuang AIDS sejatiku. Dan, Elang... Ijinkan aku untuk benar-benar melepasmu dan mencintai orang lain.

"Entschuldigung frau.. wie spat ist es?" tanya laki-laki bermata abu-abu berambut cokelat tepat dihadapanku.

Kurasa, mulai saat ini lembaran baru dihidupku baru saja dimulai......



ps: sesungguhnya ini sekedar tugas membuat cerpen bahasa indonesia, dan terimakasih untuk guru bahasa indonesia terbaik yang pernah saya miliki yang telah memberi nilai A untuk cerpen ini :"}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar